Tahun 1949, seorang pengusaha muda keturunan Tionghoa bernama Go Khing Hong meracik kopi pertamanya di dapur kecil Kemirirejo, Magelang, dengan cara sangrai sederhana namun penuh ketelitian. Go Khing Hong lalu mulai menjualnya berkeliling memakai sepeda ontel, dari warung ke warung dan dari kota ke kota. Perlahan, aroma dan rasa racikannya mulai dikenal dan dicari banyak orang. Kopi itu menjadi bagian dari obrolan, jamuan, dan keseharian keluarga di berbagai daerah. Dari perjalanan kecil itulah Kopi Tjangkir tumbuh sebagai rasa rumahan yang akrab dan dipercayai banyak generasi.




Seiring semakin banyak orang mencari racikannya, Go Khing Hong memperbesar produksi dengan alat yang ia perbaiki sendiri dan proses yang terus ia sempurnakan dari hari ke hari. Permintaan yang tumbuh membuatnya bepergian jauh untuk mendaftarkan merek Cap Tjangkir, sebuah nama yang akhirnya ia perjuangkan hingga resmi menjadi milik keluarganya. Pada 1970-an, tongkat estafet berpindah ke Go Ing Lok yang membawa Kopi Tjangkir memasuki era modern dengan mesin roasting baru dan pengemasan yang lebih rapi. Distribusinya meluas, menjangkau kota-kota di Jawa Tengah dan menjadi kopi pilihan banyak warung serta rumah tangga. Meski banyak berkembang, keluarga ini tetap mempertahankan racikan dasar yang diwariskan sejak 1949. Rasa itulah yang membuat Kopi Tjangkir bertahan sebagai kopi yang dipercaya lintas generasi.
Memasuki era modern, Kopi Tjangkir terus beradaptasi pabrik baru, kapasitas produksi meningkat, kemasan diperbarui tanpa meninggalkan jiwanya. Hingga kini, Kopi Tjangkir masih menjadi bagian dari obrolan keluarga, gelak tawa, pagi sibuk, dan momen akrab Indonesia. Dari 1949 sampai hari ini, Kopi Tjangkir tetap menjadi rasa legenda yang menyambungkan generasi.